Menguap, Bersin, Sendawa & Kentut
Bersin, Sendawa, Menguap, dan Kentut termasuk
aktivitas yang hampir setiap hari terjadi pada diri kita atau minimal kita
melihat orang lain melakukannya. Termasuk keistimewaan syari’at Islam yang
mulia adalah tidak satupun aktivitas seorang manusia melainkan telah ada
petunjuk dan aturannya di dalam ajaran islam. Berikut ini akan disajikan sebuah
tulisan yang dirangkum dari berbagai sumber terkait asal-usul, faktor penyebab
dan beberapa adab islami terkait keempat aktivitas tersebut. Semoga dengan
mempraktekkan adab-adab syar’i tersebut dapat menjadi tambahan kebaikan bagi
kita semua. Wa billahittaufiq
Menguap
Menguap adalah sebuah gerakan refleks menarik dan
menghembuskan napas yang sering terjadi saat seseorang merasa letih atau
mengantuk. Belum diketahui sebab mengapa orang-orang menguap, namun seringkali
dikatakan bahwa penyebabnya adalah jumlah oksigen di paru-paru yang rendah.
Menguap mudah sekali menular – 55% orang-orang yang melihat seseorang menguap
akan turut menguap dalam waktu lima menit berikutnya.[Wikipedia]
Para dokter di zaman sekarang mengatakan, “Menguap
adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan
oksigen dan nutrisi; dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen
kepada otak dan tubuh. Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau
pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian. Dan menguap adalah
aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut dan bukan mulut dengan cara
biasa menarik nafas dalam-dalam. Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan
untuk menyaring udara seperti hidung. Apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka
ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu
bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang
petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan “menguap” ini sekuat kemampuan
kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan
punggung tangan kiri. (Lihat Al-Haqa’iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal 155,
dinukil dari web www.alsofwah.or.id via Rumaysho.Com)
Berikut ini
beberapa Hadits Nabawi yang menjelaskan tentang hakikat dari menguap dan
beberapa adab yang berkaitan dengannya.
Allah mencintai Bersin dan Membenci Menguap
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ
اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا
التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ
فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci
menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji
Allah, maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya
(mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali
dari setan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai
mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan menertawainya.” (HR. Bukhari no. 6223
dan Muslim no. 2994)
Allah membenci menguap karena menguap adalah aktivitas
yang membuat seseorang banyak makan, yang pada akhirnya membawa pada kemalasan
dalam beribadah. Menguap adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah,
terlebih-lebih ketika pada waktu shalat. Para nabi tidak pernah menguap,
dikarenakan menguap adalah salah satu aktivitas yang dibenci oleh Allah.
Imam Ibnu Hajar berkata, “Imam Al-Khathabi mengatakan
bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang
termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering
dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda
dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan
badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan . Bersin
bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan
orang itu malas (Fathul Baari, 10/607)
Menutup mulut ketika menguap
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu anhu, dia
berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ
يَدْخُلُ
“Bila salah seorang dari kalian menguap maka
hendaklah dia menahan mulutnya dengan tangannya karena sesungguhnya setan akan
masuk.” (HR. Muslim no. 2995)
Ketika seseorang ingin menguap hendaknya ia menutup
mulutnya dengan tangan kiri, karena menguap adalah salah satu perbuatan yang
buruk.
Tidak ada bacaan dzikir khusus yang dibaca ketika
menguap
Syaikh Sulaiman al-Majid menegaskan,
ولا نعلم في
السنة ذكراً أو دعاء يقال عند التثاؤب، وأما ما اشتهر عند بعض العلماء وكثير من
الناس من مشروعة الاستعاذة عن التثاؤب استدلالا من قوله تعالى : “وإما ينزغنك من
الشيطان نزغ فاستعذ بالله ” والنبي صلى الله عليه وسلم أخبر أن التثاؤب من الشيطان
، فهذا استدلال في غير محله
“Dan kami tidak mengetahui adanya sunah yang
mengajarkan dzikir atau doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika menguap. Adapun
yang banyak tersebar menurut sebagian ulama dan kebanyakan masyarakat, bahwa
ketika menguap dianjurkan untuk membaca ta’awudz, berdalil dengan firman Allah,
yang artinya: ‘Apabila setan mengganggumu maka mintalah perlindungan kepada
Allah.’ Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut bahwa
menguap itu dari setan. Pendalilan semacam ini, tidak pada tempatnya.
Beliau menyebutkan alasan,
، فإن الذي أخبر بأن التثاؤب من الشيطان لم يشرع لنا إلا الكظم
ووضع اليد على الفم . ولو كانت الاستعاذة مشروعة لذكرها عليه الصلاة والسلام .
والله أعلم.
“Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
mengabarkan kepada kita bahwa menguap itu dari setan, beliau tidak mengajarkan
kepada kita (untuk membaca ta’awudz), selain perintah untuk menahan dan
meletakkan tangan di mulut. Sehingga, andaikan ta’awudz (ketika menguap)
disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan
menyebutkannya.”
Mengguap di dalam Shalat
Hadits tentang menguap berasal dari setan juga
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan lafazh:
التَّثَاؤُبُ
فِي الصَّلاةِ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا
اسْتَطَاعَ
“Menguap ketika shalat adalah dari setan, jika salah
seorang dari kalian menguap, maka tahanlah semampunya.”
Al-Imam Malik rahimahullah berkata: “Mulutnya ditutup
dengan tangannya ketika shalat sampai selesai menguap. Jika menguap ketika
sedang membaca bacaan shalat, kalau dia memahami apa yang dibaca, maka hukumnya
makruh namun sudah mencukupi baginya (bacaan dia). Tetapi jika tidak
memahaminya, maka dia harus mengulangi bacaannya, dan jika tidak mengulanginya,
-kalau bacaan tersebut adalah surat Al-Fatihah-, maka itu tidak mencukupi
(tidak sah shalatnya), dan kalau selain Al-Fatihah, maka sudah mencukupinya
(shalatnya sah).”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan:
“Pasal tentang beberapa masalah yang langka di
tengah-tengah umat namun sangat butuh untuk dijelaskan kepada mereka, adalah di
antaranya:
Seorang yang menguap ketika shalat, dia harus
menghentikan bacaan shalatnya sampai menguapnya selesai, kemudian melanjutkan
bacaannya. Ini adalah perkataan Mujahid, dan ini ucapan yang bagus,
ditunjukkan oleh riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذا تثاءب
أحدكم فليمسك بيده على فمه فإن الشيطان يدخل
“Jika salah seorang di antara kalian menguap,
hendaknya dia tahan mulutnya dengan tangannya, karena setan berupaya untuk
masuk.” (HR. Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan : “Dan di
antara yang diperintahkan bagi orang yang menguap adalah: jika sedang shalat,
maka dia harus menghentikan bacaannya sampai menguapnya selesai, agar bacaannya
tidak berubah. Pendapat yang seperti ini disandarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari
Mujahid, ‘Ikrimah, dan para tabi’in.
Bersin
“Bersin adalah lawan dari menguap yaitu keluarnya
udara dengan keras, kuat disertai hentakan melalui dua lubang: hidung dan
mulut. Maka akan terkuras dari badan bersamaan dengan bersin ini sejumlah hal
seperti debu, haba’ (sesuatu yang sangat kecil, di udara, yang hanya terlihat
ketika ada sinar matahari), atau kutu, atau mikroba yang terkadang masuk ke
dalam organ pernafasan. Oleh karena itu, secara tabiat, bersin datang dari Yang
Maha Rahman (Pengasih), sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh.
Dan menguap datang dari syaithan sebab ia mendatangkan bahaya bagi tubuh. Dan
atas setiap orang hendaklah memuji Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi ketika
dia bersin, dan agar meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang
terkutuk ketika sedang menguap (Lihat Al-Haqa’iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: hal
155, dinukil dari web http://www.alsofwah.or.id via Rumaysho.Com)
Beberapa hadits Nabawi berkaitan dengan masalah Bersin
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ
اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا
التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ
فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ
“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci
menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji
Allah, maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya
(mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali
dari setan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai
mengucapkan ‘haaah’, maka setan akan menertawainya.” (HR. Bukhari no. 6223
dan Muslim no. 2994)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar
membalas pujian tersebut. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِذَا عَطَسَ
أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ
يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ
اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
“Ababila salah seorang dari kalian bersin, hendaknya
dia mengucapkan, “alhamdulillah” sedangkan saudaranya atau temannya
hendaklah mengucapkan, “yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu). Jika
saudaranya berkata ‘yarhamukallah’ maka hendaknya dia berkata, “yahdikumullah
wa yushlih baalakum (Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki
hatimu).” (HR. Bukhari no. 6224 dan Muslim no. 5033)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu,
beliau berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتُوهُ فَإِنْ لَمْ يَحْمَدْ اللَّهَ فَلَا تُشَمِّتُوهُ
“Bila salah seorang dari kalian bersin lalu memuji
Allah maka tasymitlah dia. Tapi bila dia tidak memuji Allah, maka jangan kamu
tasymit dia.” (HR. Muslim no. 2992). Tasymit adalah mengucapkan
‘yarhamukallah’.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia
berkata:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ
بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ
“Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersin,
beliau menutup wajahnya dengan tangan atau kainnya sambil merendahkan suaranya.”
(HR. Abu Daud no. 5029, At-Tirmizi no. 2745, dan dinyatakan shahih oleh
Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4755)
Ketika Bersin Hendaknya Kita…
- Merendahkan
suara.
- Menutup
mulut dan wajah.
- Tidak
memalingkan leher.
- Mengeraskan
bacaan hamdalah, walaupun dalam keadaan shalat.
Macam-Macam Bacaan yang Dapat Kita Amalkan Ketika
Bersin
- Alhamdulillah
(segala
puji hanya bagi Allah).
- Alhamdulillahi
Rabbil ‘alamin
(segala puji bagi Allah Rabb semesta alam).
- Alhamdulillah
‘ala kulli haal
(segala puji bai Allah dalam setiap keadaan)
- Alhamdulillahi
hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi, mubaarakan ‘alaihi kamaa
yuhibbu Rabbuna wa yardhaa” (segala puji bagi Allah dengan pujian yang
banyak lagi penuh berkah dan diberkahi, sebagaimana yang dicintai dan
diridhai oleh Rabb kami).
Ketika ada seorang muslim bersin di dekat kita, lalu
dia mengucapkan “alhamdullillah,” maka kita wajib mendoakannya dengan
membaca “yarhamukallah” (semoga Allah merahmatimu). Hukum tasymit ini
adalah wajib bagi setiap orang yang mendengar seorang muslim yang bersin
kemudian mengucapkan “alhamdullillah.” Setelah orang lain mendoakannya, orang
yang bersin tadi dianjurkan untuk mengucapkan salah satu doa sebagai berikut:
- Yahdikumullah
wa yushlih baalakum (mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada
kalian dan memperbaiki keadaan kalian).
- Yaghfirulahu
lanaa wa lakum (mudah-mudahan
Alah mengampuni kita dan kalian semua).
- Yaghfirullaah
lakum
(semoga Allah mengampuni kalian semua).
- Yarhamunnallah
wa iyyaakum wa yaghfirullaahu wa lakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan
kamu sekalian, serta mengampuni kami dan mengampuni kalian).
- Aafaanallah
wa iyyaakum minan naari yarhamukumullaah (semoga Allah menyelamatkan kami dan kamu
sekalian dari api neraka, serta memberi rahmat kepada kamu sekalian).
- Yarhamunnallah
wa iyyaakum
(semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kepada kalian semua).
Kita tidak perlu bertasymit ketika:
- Ada
seseorang yang bersin, dan dia tidak mengucapkan hamdalah.
- Ada
seseorang yang bersin lebih dari tiga kali. Jika seseorang bersin lebih
dari tiga kali, maka orang tersebut dikategorikan terserang influenza.
Kita pun tidak disyariatkan untuk mendoakannya, kecuali doa kesembuhan.
- Ada
seseorang membenci tasymit.
- Seseorang
yang bersin itu bukan beragama Islam. Walaupun orang tersebut mengucapkan
hamdalah, kita tetap tidak diperbolehkan untuk ber-tasymit, karena seorang
muslim tidak diperbolehkan mendoakan orang kafir. Jika orang kafir
tersebut mengucapkan alhamdulillah, kita jawab “Yahdikumullah wa
yushlih baalakum“
- Seseorang
yang bersin bertepatan dengan khutbah jumat. Cukup bagi yang bersin saja
untuk mengucapkan hamdalah tanpa ada yang ber-tasymit, karena ketika
khutbah jum’at seorang muslim wajib untuk diam. Begitu pula ketika shalat
wajib (shalat fardhu) sedang didirikan, tidak ada keharusan bagi kita
untuk ber-tasymit.
- Kita
berada ditempat yang terlarang untuk mengucapkan kalamullah, seperti di
dalam toilet.
Sendawa
Sendawa dapat terjadi karena adanya pelepasan gas-gas
yang berasal dari saluran pencernaan, terutama kerongkongan dan perut, melalui
mulut. Gas-gas dalam saluran pencernaan ini paling sering disebabkan oleh
karena kita turut menelan udara (aerophagia) ketika sedang makan atau minum,
terutama ketika menelan makanan atau minuman dengan terlalu cepat. Sendawa akan
lebih parah ketika anda membiarkan mulut anda terbuka lebar untuk bersendawa,
karena akan ada lebih banyak udara yang tertelan, sehingga dapat menyebabkan
sendawa yang berulang. Suara sendawa yang khas dikarenakan getaran dari katup
esofagus bagian atas ketika gas-gas yang dikeluarkan melewati katup tersebut.
Proses
Terjadinya Sendawa
Sendawa
membutuhkan koordinasi dari beberapa aktifitas berikut ini:
- Turunnya
otot diafragma, sehingga meningkatkan tekanan abdominal dan menurunkan
tekanan di dada.
- Perubahan
tekanan ini membuat udara mengalir dari abdomen di perut ke kerongkongan
di dada.
- Terbukanya
katup esofagus bagian bawah, sehingga udara dapat lewat dari perut menuju
ke kerongkongan.
- Menutupnya
laring, sehingga cairan atau makanan yang mungkin kembali bersama dengan
udara dari perut tidak akan masuk ke paru-paru.
- Menutupnya
laring juga akan melemaskan katup esofagus bagian atas sehingga udara bisa
lewat lebih mudah dari kerongkongan ke dalam tenggorokan.
Faktor penyebab sendawa
- Makanan
dan Minuman
- Kegelisahan
- Kebiasaan
- Obat-Obatan
dan Penyakit
Hukum Sendawa Ketika Shalat
Dalam kasus sendawa ketika shalat, ulama hanafiyah
membedakan antara sendawa yang bisa ditahan dan sendawa yang tidak bisa
ditahan, dan antara sendawa yang keluar suara dan sendawa tanpa keluar suara.
Jika sendawa itu bersuara, dan bisa ditahan, namun
dikeluarkan oleh orang yang shalat, maka menurut Abu Hanifah dan Muhammad bin
Hasan as-Syaibani (murid senior Abu Hanifah).
Dalam Durar al-Hukkam Syarh Gharar al-Ahkam
dinyatakan,
وَأَمَّا
الْجُشَاءُ فَإِنَّهُ حَصَلَ بِهِ حُرُوفٌ وَلَمْ يَكُنْ مَدْفُوعًا إلَيْهِ
يَقْطَعُ عِنْدَهُمَا ، وَإِنْ كَانَ مَدْفُوعًا إلَيْهِ لَا يَقْطَعُ، كَذَا فِي
الْكَافِي
Untuk sendawa, biasanya keluar suara (huruf), dan bisa
ditahan maka membatalkan shalat menurut kedua imam Abu Hanifah dan Muhammad bin
Hasan. Namun jika tidak bisa ditahan, tidak membatalkan shalat. Demikian
kesimpulan dalam kitab al-Kafi. (Durar al-Hukkam, 1/448).
Sementara dalam madzhab Malikiyah, mereka menyamakan
hukum sendawa dengan berdehem. Al-Ujhuri mengatakan,
وَيَنْبَغِي
أَنَّ الْجُشَاءَ وَالتَّنَخُّمَ كَالتَّنَحْنُحِ فِي أَحْكَامِهِ
”Yang jelas, sendawa dan keluar dahak, hukumnya sama
dengan berdehem.” (al-Fawakih ad-Dawani, 3/15).
Kemudian mereka menjelaskan, jika sendawa itu tidak
bisa ditahan, tidak membatalkan shalat dan tidak perlu sujud sahwi. Namun jika
bisa ditahan, ada dua pendapat. Dan pendapat yang paling kuat dalam madzhab
Maliki, bahwa sendawa bisa membatalkan shalat jika sendawa itu dilakukan karena
sengaja dan main-main. (al-Fawakih ad-Dawani ‘ala risalah al-Qoiruwani, 3/15).
Kentut
Flatulensi adalah keluarnya gas melalui anus atau
dubur akibat akumulasi gas di dalam perut (terutama dari usus besar atau
kolon). Peristiwa keluarnya gas disebut juga kentut atau sering disebut juga
buang angin. Kentut biasanya ditandai dengan rasa mulas di perut.
Dan biasanya berbau busuk.Ini sering menjadi pertanda
kalau seseorang:
- Kelebihan
makan makanan tertentu.
- Ingin
buang air besar.
- Mengalami
efek samping obat-obatan tertentu.
- Menderita
konstipasi atau sembelit.
- Sedang
masuk angin.
Dilarang menertawakan Kentut
Diantara adab dalam islam yang diajarkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah tidak menghina keadaan orang lain, yang dirinya
sendiri juga melakukannya. Kentut adalah bagian dari rangkaian metabolisme
tubuh manusia. Sehingga semua orang yang normal mengalaminya. Untuk itu, ketika
kita mendengar ada orang yang kentut, kita dilarang menertawakannya.
Karena kita sendiripun pernah mengalaminya.
Dari sahabat Abdullah bin Zam’ah radhiyallahu
‘anhu,
Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyampaikan khutbah. Beliau menceritakan tentang kisah onta Nabi Sholeh yang
disembelih kaumnya yang membangkang. Beliau menafsirkan firman Allah di surat
as-Syams. Kemudian beliau menasehati agar bersikap lembut dengan wanita, dan
tidak boleh memukulnya.
Kemudian beliau menasehati sikap sahabat yang tertawa
ketika mendengar ada yang kentut.
إِلَامَ
يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ؟
“Mengapa kalian mentertawakan kentut yang
kalian juga biasa mengalaminya.” (HR. Bukhari 4942 dan Muslim 2855).
Menertawakan Kentut Kebiasaan Jahiliyah
Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi,
Al-Mubarokfuri mengatakan,
وكانوا في
الجاهلية إذا وقع ذلك من أحد منهم في مجلس يضحكون فنهاهم عن ذلك
“Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila
ada salah satu peserta majlis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau
melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 9/189).
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,
الإنسان إنما
يضحك ويتعجب من شيء لا يقع منه، أما ما يقع منه؛ فإنه لا ينبغي أن يضحك منه، ولهذا
عاتب النبي صلى الله عليه وسلم من يضحكون من الضرطة؛ لأن هذا شيء يخرج منهم، وهو
عادة عند كثير من الناس.
Umumnya orang akan menertawakan dan terheran dengan
sesuatu yang tidak pernah terjadi pada dirinya. Sementara sesuatu yang juga
dialami dirinya, tidak selayaknya dia menertawakannya. Karena itulah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang yang menertawakan kentut. Karena
kentut juga mereka alami. Dan semacam ini (menertawakan kentut) termasuk adat
banyak masyarakat. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/120).
Kemudian Imam Ibnu Utsaimin juga menyebutkan satu
kaidah,
وفي هذا
إشارة إلى أن الإنسان لا ينبغي له أن يعيب غيره فيما يفعله هو بنفسه
Ini merupakan isyarat bahwa tidak sepantasnya bagi
manusia untuk mencela orang lain dengan sesuatu yang kita juga biasa
mengalaminya. Maroji’ : syarh riyadlush sholihin, (Syarh Riyadhus Sholihin,
3/120).
Kentut termasuk pembatal Wudhu’ dan Sholat seseorang
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
سَمِعَ أَبَا
هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ تُقْبَلُ
صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ » . قَالَ رَجُلٌ مِنْ حَضْرَمَوْتَ مَا
الْحَدَثُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ
“Shalat
seseorang yang berhadats tidak akan diterima sampai ia berwudhu.” Lalu ada
orang dari Hadhromaut mengatakan, “Apa yang dimaksud hadats, wahai Abu
Hurairah?” Abu Hurairah pun menjawab,
فُسَاءٌ أَوْ
ضُرَاطٌ
“Di
antaranya adalah kentut tanpa suara atau kentut dengan suara.”[HR. Bukhari
no. 135] Para ulama pun sepakat bahwa kentut termasuk pembatal wudhu.[Lihat Shahih
Fiqh Sunnah, 1/128]
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- memberi fatwa
kepada seseorang yang ragu apakah dia kentut dalam shalat ataukah tidak,
“Jangan dia memutuskan shalatnya sampai dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid)
Demikian apa yang dapat kami sajikan, semoga ada
manfaatnya. Wallahu a’lam.